Monday, April 15, 2013

Diary 2008-2009: Exchanged Student



“Hidup memberikanmu banyak pilihan, 
tetapi ia tidak menunjukkan padamu pilihan mana yang terbaik”

Setidaknya kalimat itulah yang pertama kali saya pahami ketika saya memutuskan untuk berangkat menimba ilmu ke negeri Paman Sam. Kala itu, saya dihadapkan dengan dua pilihan yang cukup sulit. Pilihan pertama adalah mengambil kesempatan untuk menjadi exchanged student ke Amerika Serikat melalui beasiswa AFS/YES, dimana saya akan mendapatkan banyak pengalaman berharga selama sebelas bulan periode program. Akan tetapi, sebagai konsekuensinya, saya harus mengulang tahun ketiga saya di SMA setelah kembali ke tanah air nanti. Sementara pilihan kedua adalah mengorbankan kesempatan emas menjadi exchanged student agar dapat lulus tepat waktu.

Pilihan yang dilematis tersebut membuat saya bingung harus memilih yang mana. Orang tua pada waktu itu hanya menyarankan agar saya mengikuti kata hati. Kata hati yang sebenarnya belum bisa saya pahami. Sampai pada akhirnya Tuhan membukakan petunjuk-Nya dan pilihan pertama lah yang saya ambil. Dari sini saya belajar untuk menentukan pilihan terbaik bagi hidup saya. Dunia dan alam diciptakan oleh Tuhan untuk memberikan manusia pilihan-pilihan, namun ia tidak pernah menunjukkan pilihan mana yang terbaik untuk kita. Kita lah yang mampu membuat pilihan terbaik itu dengan tentu saja disertai izin Tuhan. Untuk itulah, wawasan dan kedewasaan diperlukan.

Atas izin Tuhan, saya menjalani kehidupan sebelas bulan saya di Amerika tanpa halangan yang berarti. Meskipun hal ini bukan berarti kehidupan yang saya jalani mulus tanpa tantangan dan cobaan sama sekali, sebab bagaimanapun kehidupan itu berputar seperti roda bukan? Kadang kita berada di atas, kadang di bawah. Summer 2008 begitu cepat berlalu dan telah berganti summer 2009. Saya sangat menghargai pengalaman saya menjadi seorang exchanged student, melalui mana saya mengenal keluarga dan teman-teman baru, tempat saya belajar berbagai bidang ilmu, dan tempat saya mengalami banyak hal yang memberikan saya pelajaran hidup berharga.

Amerika adalah sebuah dreamland (negara impian) yang mengajarkan saya arti kebebasan dan bagaimana mempertanggungjawabkan kebebasan itu. Kebebasan berpikir, berpendapat, berekspresi, dan berperilaku dengan tetap menghormati hak-hak orang lain dan hukum yang berlaku. Negeri melting pot ini juga mengajarkan saya arti nasionalisme atau cinta tanah air. Nasionalisme yang tidak cukup hanya berupa euphoria sesaat, tetapi tumbuh dari jiwa batin setiap warga negara sepanjang hayatnya. Menghargai bangsa sendiri dan menghormati bangsa lain juga merupakan bagian dari nasionalisme yang sesungguhnya.


Family Life

Grupe adalah host family pertama saya. Sebuah keluarga keturunan Jerman yang tinggal di Mosinee, Wisconsin. Mosinee merupakan sebuah kota kecil dengan jumlah populasi sekitar 8000 jiwa. Downtown kota hanya terdiri dari deretan beberapa toko dan restoran. Hanya ada satu elementary school dan high school di dalam kota. Sementara, dua area tersibuk adalah paper mill dan airport. Sedangkan, landscape alam kota didominasi oleh hutan yang masih terjaga baik dengan pohon-pohon yang tinggi, ladang jagung, dan danau yang dapat ditemukan di sana sini.

Grupe is a very nice family. Sejak awal, saya sudah menganggap John dan Tanya seperti orang tua kandung saya sendiri. Oleh karena itu, saya pun tidak segan memanggil mereka dengan panggilan Dad dan Mom. Begitu juga dengan Jerel dan Kayla yang sudah seperti saudara sendiri. Apalagi umur kami hanya terpaut satu tahun, Jerel paling tua, kemudian saya, baru Kayla. Mereka memperlakukan saya dengan sangat baik dan seperti anak sendiri. Kehangatan keluarga Grupe membuat saya serasa tinggal di rumah sendiri. Mereka sangat membantu saya cepat beradaptasi dengan lingkungan baru.

Belum lama saya menikmati hari-hari menyenangkan bersama Grupe, saya terpaksa harus pindah ke keluarga lain lantaran Mom divonis kanker payudara oleh dokter. Keluarga Grupe mengalami masa-masa sulit dimana Dad dan Mom harus pulang pergi ke luar kota untuk pengobatan Mom. Sementara, Kayla hampir selalu pulang malam karena sepulang sekolah ia harus bekerja paruh waktu hinga larut. Demi kebaikan saya, Grupe akhirnya menyerahkan hak asuh mereka pada keluarga Kusiak. saya akui, masa ini adalah masa yang cukup berat bagi saya. Saya masih ingat betul, malam itu (9 Desember) salju turun dan di saat suhu begitu dingin, saya menitikkan airmata bertubi-tubi sambil memboyong barang-barang saya ke rumah baru. Saya berusaha untuk percaya bahwa rencana Tuhan itu selalu baik dan tiada Dia turunkan cobaan pada hamba-Nya yang melebihi kemampuan hamba-Nya. Tidak ada pilihan lain yang terbaik bagi saya, kecuali mengikhlaskan apa yang terjadi dan menghadapinya.

Kusiak merupakan keluarga keturunan Polandia yang tidak kalah baik dari keluarga Grupe. Jerry dan Marry juga sudah saya anggap seperti orang tua kandung yang saya panggil dengan panggilan Pappy dan Mommy. Akan tetapi, bagaimanapun lingkungan keluarga baru sangat berbeda dengan keluarga lama. Lebih banyak peraturan yang harus saya taati selama tinggal bersama mereka. Bahkan, ada beberapa aturan yang menurut saya sedikit tidak masuk akal, sehingga perlu waktu lebih lama bagi saya untuk beradaptasi. Di keluarga ini pun saya seperti anak tunggal, karena anak-anak mereka sudah memiliki kehidupan sendiri di luar kota. Satu-satunya teman bermain di rumah adalah Billy, anjing rumah yang sangat pendiam dan nyaris tidak pernah menggonggong. Bersama keluarga inilah saya menghabiskan sisa tahun saya di Amerika, termasuk liburan musim semi ke Florida dan wisata ke beberapa State lainnya.

Tuhan memang Maha baik. Selalu ada hikmah di balik peristiwa. Justru dengan kepindahan saya ke keluarga baru, saya jadi punya dua keluarga. Oleh karena rumah kediaman Grupe dan Kusiak tidak terlalu jauh satu sama lain, keluarga Grupe sering sekali mengunjungi saya, apalagi sejak kondisi Mom mulai membaik setelah menjalani kemo. Sebaliknya, saya pun tidak jarang pulang ke rumah lama untuk sekedar main atau menjenguk Mom. Pada saat ulang tahun, bahkan Christmas dan Easter pun, saya jadi mendapat dua kado istimewa, satu dari Grupe dan satu lagi dari Kusiak. Hal ini memberikan pembelajaran hidup yang besar bagi saya bahwa di balik setiap kesulitan pasti ada kemudahan sesudahnya. Janji Tuhan tidak pernah bohong.

School Life 

Mosinee High School (MHS) adalah sekolah dimana saya belajar di Amerika Serikat. Sebuah sekolah yang hanya menampung sekitar 700 siswa dari kelas VII sampai dengan kelas XII. Walaupun terbilang sangat kecil, sekolah ini mempunyai track record prestasi yang cukup baik di Wisconsin. Para guru pengajarnya pun adalah orang-orang dengan kredibilitas yang tidak diragukan lagi. Saya ditempatkan sebagai siswa kelas XII (senior). Sementara, kelas yang saya ambil lebih variatif, ada yang kelas khusus senior, kelas khusus junior, kelas khusus shopomore, dan kelas campuran antara lain meliputi Advanced Calculus, Advanced Physics, English 11, American History, Women Choir, dan Foods.

Setiap kelas mempunyai warna tersendiri yang memberikan pengalaman unik bagi saya. Kelas Advanced Calculus merupakan kelas khusus bagi senior yang umumnya mempunyai kecerdasan di atas rata-rata, karena materi di kelas ini notabene sulit. Hal ini membuat suasana belajar di kelas cenderung serius dan sangat kompetitif. Suasana serupa saya temui di kelas Advanced Physics. Pengalaman unik di kelas ini terjadi manakala salah satu teman sekelas saya bernama Lashawna Wegner tiba-tiba membenci dan memusuhi saya. Merasa saya tidak pernah punya masalah dengan dia dan merasa selama ini pergaulan kami baik-baik saja, saya lantas bertanya mengapa dia bersikap demikian terhadap saya.
Ternyata alasannya adalah karena kehadiran saya di kelas tersebut telah membuat kurva nilai bergerak naik. Nilai ujian rata-rata di kelas adalah 70, sementara nilai saya 100. Maka nilai 100 lah yang menjadi 100% dan nilai 70 adalah 70%. Jika saja nilai saya tidak 100, say 80, maka 80 adalah nilai tertinggi yang dianggap 100%. Dengan demikian, nilai 70 bisa menjadi 90%. Oleh karena nilai Lashwna hanya mencapai 70%, dia menjadi marah dan kurang suka dengan saya. Saya rasa hal semacam ini wajar terjadi karena bagaimanapun ini adalah sebuah kompetisi, tapi selama kita bisa menyikapinya secara sportif, hal ini tidak akan menjadi masalah yang mengganggu. Terbukti, pada akhirnya Lashawna minta maaf dan kami pun menganggap yang lalu telah berlalu.

Kelas American History cenderung menjadi kelas yang menarik bagi saya karena materi yang diajarkan adalah sejarah Amerika Serikat, walaupun suasana kelas sedikit membosankan lantaran kurang kompetitif. Sementara kelas Foods adalah kelas yang sebenarnya lebih seperti kelas main-main untuk saya, karena materi yang diajarkan sama sekali tidak berat. Pada dasarnya, siswa hanya diminta untuk membaca resep masakan dan memasak. Hidangan yang kami masak bervariasi sekali, mulai dari aneka appetizer, main course, dessert, hingga snack and beverages. Jenisnya pun bermacam-macam mulai dari American, Chinese, Thai, Japanese, Indian, German, Italian, Greek, French, Mexican, dan sebagaianya. Bahkan hampir setiap hari, saya membawa pulang makanan yang saya masak di kelas tersebut. Senangnya di kelas ini adalah teamwork yang berjalan sangat baik. Lisa Karau adalah salah satu teammate andalan yang hingga saat ini menjadi sahabat saya.

Sedangkan, Kelas Women Choir adalah kelas favorit saya karena pada dasarnya menyanyi adalah hobi saya. Di kelas ini, saya duduk di section alto II bersama Kayla. Untuk beberapa lagu tertentu, guru saya, Mrs. Dul memindahkan saya ke section suprano II dan alto I. Di kelas ini, saya mendapatkan pengalaman yang sangat banyak, termasuk terlibat sebagai salah satu cast dalam 42nd Street Musical Play dan mengikuti sebuah kejuaran paduan suara (solo and ensemble) di tingkat distrik dan State. Kerja keras kami latihan dan guru kami yang hebat berhasil mengantarkan saya dan teman-teman menang di tingkat State. Mrs. Dul yang baik hati bahkan menganugerahkan tiga penghargaan sekaligus pada saya yang bahkan saya tidak tahu apakah saya cukup pantas menerimanya. Penghargaan sebagai The Best Cast of 42nd Street Musical Play, Student of The Month of Vocal and Music Department, dan Choir Award for Merit and Outstanding Effort in Women Choir. 

Selain mengikuti kelas-kelas tersebut, saya juga mengikuti beberapa kegiatan ekstrakurikuler antara lain Math League dan Forensics. Math League merupakan ekskul yang terdiri dari anak-anak pecinta matematika. Kegiatan yang dilakukan antara lain pembahasan mendalam tentang berbagai level soal matematika, baik rumus maupun terapan, yang kemudian akan dilombakan antarsekolah. Sementara Forensics bukanlah ekskul yang kegiatannya membedah mayat seperti yang mungkin muncul di benak teman-teman, melainkan ekskul yang terdiri dari anak-anak pecinta sastra dan public speaking. Melalui ekskul ini, saya dilatih untuk mengembangkan skill public speaking. Dari sini, saya kemudian mengikuti lomba yang disebut Forensics Tournament. Saya mewakili MHS di oratory section dimana saya harus memberikan speech.  Pada saat itu topik speech yang saya pilih adalah Islam and Terrorism.

Topik ini sengaja saya pilih karena stigma Islam sebagai bagian dari terorisme masih cukup kental di mata publik Amerika pasca tragedi 9/11. Jadi saya pikir dengan mendengar speech saya, stigma orang akan berubah, khususnya juri dan para penonton lomba. Atas izin Tuhan, saya berhasil maju ke tingkat State setelah melewati tahap seleksi di tingkat distrik. Sejujurnya prestasi ini menjadi kejutan bagi guru pembimbing saya, Mrs. Kedrowski dan terutama diri saya pribadi, karena bagi seorang exchanged student seperti saya dapat mengalahkan native speaker adalah hal yang jarang sekali terjadi. Hal inilah yang kemudian membuat saya merasa pesimis dan terbebani karena takut mengecewakan distrik dan sekolah khususnya, apabila pada akhirnya saya akan kalah di tingkat State. Namun Mrs. Kedrowski selalu memberikan semangat dan dukungan pada saya bahwa saya punya potensi untuk menang yang sama besarnya dengan native speaker,  asalkan saya terus latihan dan latihan. Ala bisa karena biasa.

Setiap hari sepulang sekolah saya menemui Mrs. Kedrowski untuk latihan. Proses yang harus saya jalani pun tidak mudah karena saya harus mengulang dan mengulang. Seringkali saya mengalami kendala di pronounciation (pelafalan). Beruntung saya mempunyai guru yang sabar dan tidak kenal kelah mengajari saya hingga saya bisa. Saya ingat betul, satu kata yang begitu sulit saya lafalkan dengan benar yatu ‘world’, hingga saya harus mengulangnya puluhan kali. Melihat kegigihan Mrs. Kedrowski, saya pun bertekad untuk menang di tingkat State, untuk memberikan penghargaan atas kerja kerasnya dan membuatnya bangga.

Syukur Alhamdulillah, saya menang di tingkat State, Walaupun bukan medali emas yang saya persembahkan untuk sekolah, melainkan medali perak. Saya cukup bangga dengan pencapaian tersebut dan berterima kasih pada setiap orang yang telah membantu saya, khususnya Mrs. Kedrowski. Saya senang dengan pencapaian lebih besar di balik prestasi ini, yaitu terbukanya pikiran masyarakat Amerika (walaupun hanya sebagian kecil yang mendengar speech saya) bahwa Islam tidak ada kaitannya dengan terorisme sama sekali. Terorisme adalah masalah individu yang secara tidak bertanggungjawab mengatasnamakan agama dalam melakukan tindakan yang tidak berperikemanusiaan.

Friends Life   

Teman merupakan salah satu bagian yang penting dalam hidup saya. Sebagai makhluk sosial, saya kira setiap manusia di dunia ini pasti membutuhkan teman untuk berbagi keluh kesah. Di Amerika saya menemukan teman-teman yang sangat luar biasa. Tidak hanya fun, tetapi mereka juga sangat membantu saya di berbagai hal. Salah satuya adalah mengajarkan saya bahwa usia muda adalah usia emas dimana kita bisa melakukan banyak hal, bahkan yang mungkin tidak pernah terpikir sebelumnya.

Selain belajar, teman-teman di Amerika juga sangat aktif dalam berbagai kegiatan ekstrakurikuler seperti olahraga dan kesenian. Disamping itu, mereka juga bekerja paruh waktu sepulang sekolah. Hal ini kemudian membuat saya sadar bahwa kehidupan sebenarnya menawarkan banyak sekali kesempatan, hanya tinggal kita mau mengambilnya atau tidak. Tetapi hal yang lebih penting dari semua itu adalah komitmen dan tanggungjawab kita terhadap kesempatan yang kita ambil, tentang bagaimana kita menjalankannya dengan semaksimal mungkin. 

Aimee Macky adalah seorang sahabat saya yang sudah seperti sister sendiri. Kami saling berbagi cerita sehari-hari, mulai dari sekolah, keluarga, pertemanan, hingga cinta. Kami lebih suka menamakan pertemanan kami sebagai good friendship dibanding nice friendship. Hal ini dikarenakan good friends will not only say nice thing about you, but also bad thing, while nice friend will only say nice things about you. Teman baik akan membantu kita memahami kekurangan kita dan membantu kita memperbaiki diri. Saya dan Aimee menikmati persahabatan kami hingga saat ini meskipun sekarang kami dipisahkan oleh jarak yang begitu jauh satu sama lain.

Menjadi exchanged student memang tidak gampang, banyak tantangan dan konsekuensi tersendiri yang harus dihadapi. Meskipun demikian, jangan pernah lewatkan kesempatan menjadi exchanged student yang datang pada teman-teman. Teman-teman tidak hanya akan mengenal keluarga dan teman-teman baru, melainkan juga mendapatkan pengalaman-pengalaman seru yang mungkin tidak akan teman-teman dapatkan dengan cara lain. Teman-teman akan diasah untuk mandiri dan bertanggungjawab, termasuk mengambil keputusan sendiri dengan segala resikonya. Hal semacam inilah yang akan membuat kita semakin dewasa dan matang dalam menjalani pasang surutnya kehidupan di kemudian hari. So, just do it!!


snowing day
The white snow flakes falling down to me

graduation day of Mosinee High School
I and my bestie Aimee in the graduation day

Choir Art Work
This is what senior choir do every year before graduation, painting our beloved choir room 

Solo and Ensemble Competion
MHS' women madrigal singing for solo & ensemble competition  

Coffee Day at Advanced Physics Class
This is how I promoted traditional homemade Javanese coffee to America 

Fort Walton Beach, Florida USA
Having fun at the Florida beach with Mike and Kris during spring break

Prom Night Lashes Dresses
Beautiful hair and dress we have got for prom night  

Prom Night Dress
Now you can call me princess, love this blue gorgeous dress

Choir Award at MHS
My great awarding night with Coirine, Mrs. Dul, Sam, and Kayla

Friendships
My farewell party with families and friends, me and Victor (My best Brazil friend) 

Mosinee High School, Wisconsin USA
This is Mosinee High School (MHS) where I studied for the whole year

US Museum in Minessota
Going out to Minessota and found this gorgeous museum

42nd Street Musical Cast
42nd Street Musical Play cast members, vintage style version 1950's 

Lovely House in The US
My lovely home in Mosinee where I used to live with The Grupe

Batik Goes to The US
The Grupe on Batik

6 comments :

  1. Awesome experience kak! U're my big inspiration :)

    ReplyDelete
  2. iya..ayo kapan kamu nyusul exchange ke luar negeri?

    ReplyDelete
  3. someday we will make it back there honey :')

    ReplyDelete
  4. yeah someday..hope it will be coming soon:)
    so miss everything there

    ReplyDelete
  5. this is awesome sari, wish i could read it all !

    ReplyDelete
  6. thank you aimee..:)

    You are a part of my awesome experience..miss you so much:)

    ReplyDelete