“Hidup
memberikanmu banyak pilihan,
tetapi ia tidak menunjukkan padamu pilihan mana yang terbaik”
tetapi ia tidak menunjukkan padamu pilihan mana yang terbaik”
Setidaknya kalimat itulah yang pertama kali saya pahami ketika saya memutuskan untuk berangkat menimba ilmu ke negeri Paman Sam. Kala itu, saya dihadapkan dengan dua pilihan yang cukup sulit. Pilihan pertama adalah mengambil kesempatan untuk menjadi exchanged student ke Amerika Serikat melalui beasiswa AFS/YES, dimana saya akan mendapatkan banyak pengalaman berharga selama sebelas bulan periode program. Akan tetapi, sebagai konsekuensinya, saya harus mengulang tahun ketiga saya di SMA setelah kembali ke tanah air nanti. Sementara pilihan kedua adalah mengorbankan kesempatan emas menjadi exchanged student agar dapat lulus tepat waktu.
Pilihan yang dilematis tersebut membuat saya bingung harus memilih yang mana. Orang tua pada waktu itu hanya menyarankan agar saya mengikuti kata hati. Kata hati yang sebenarnya belum bisa saya pahami. Sampai pada akhirnya Tuhan membukakan petunjuk-Nya dan pilihan pertama lah yang saya ambil. Dari sini saya belajar untuk menentukan pilihan terbaik bagi hidup saya. Dunia dan alam diciptakan oleh Tuhan untuk memberikan manusia pilihan-pilihan, namun ia tidak pernah menunjukkan pilihan mana yang terbaik untuk kita. Kita lah yang mampu membuat pilihan terbaik itu dengan tentu saja disertai izin Tuhan. Untuk itulah, wawasan dan kedewasaan diperlukan.
Atas izin Tuhan, saya menjalani kehidupan sebelas bulan saya di Amerika tanpa halangan yang berarti. Meskipun hal ini bukan berarti kehidupan yang saya jalani mulus tanpa tantangan dan cobaan sama sekali, sebab bagaimanapun kehidupan itu berputar seperti roda bukan? Kadang kita berada di atas, kadang di bawah. Summer 2008 begitu cepat berlalu dan telah berganti summer 2009. Saya sangat menghargai pengalaman saya menjadi seorang exchanged student, melalui mana saya mengenal keluarga dan teman-teman baru, tempat saya belajar berbagai bidang ilmu, dan tempat saya mengalami banyak hal yang memberikan saya pelajaran hidup berharga.
Amerika adalah sebuah dreamland (negara impian) yang mengajarkan saya arti kebebasan dan bagaimana mempertanggungjawabkan kebebasan itu. Kebebasan berpikir, berpendapat, berekspresi, dan berperilaku dengan tetap menghormati hak-hak orang lain dan hukum yang berlaku. Negeri melting pot ini juga mengajarkan saya arti nasionalisme atau cinta tanah air. Nasionalisme yang tidak cukup hanya berupa euphoria sesaat, tetapi tumbuh dari jiwa batin setiap warga negara sepanjang hayatnya. Menghargai bangsa sendiri dan menghormati bangsa lain juga merupakan bagian dari nasionalisme yang sesungguhnya.
Family Life
Grupe adalah host family pertama saya. Sebuah keluarga keturunan Jerman yang tinggal di Mosinee, Wisconsin. Mosinee merupakan sebuah kota kecil dengan jumlah populasi sekitar 8000 jiwa. Downtown kota hanya terdiri dari deretan beberapa toko dan restoran. Hanya ada satu elementary school dan high school di dalam kota. Sementara, dua area tersibuk adalah paper mill dan airport. Sedangkan, landscape alam kota didominasi oleh hutan yang masih terjaga baik dengan pohon-pohon yang tinggi, ladang jagung, dan danau yang dapat ditemukan di sana sini.
Grupe is a very nice family. Sejak awal, saya sudah menganggap John dan Tanya seperti orang tua kandung saya sendiri. Oleh karena itu, saya pun tidak segan memanggil mereka dengan panggilan Dad dan Mom. Begitu juga dengan Jerel dan Kayla yang sudah seperti saudara sendiri. Apalagi umur kami hanya terpaut satu tahun, Jerel paling tua, kemudian saya, baru Kayla. Mereka memperlakukan saya dengan sangat baik dan seperti anak sendiri. Kehangatan keluarga Grupe membuat saya serasa tinggal di rumah sendiri. Mereka sangat membantu saya cepat beradaptasi dengan lingkungan baru.
Belum lama saya menikmati hari-hari menyenangkan bersama Grupe, saya terpaksa harus pindah ke keluarga lain lantaran Mom divonis kanker payudara oleh dokter. Keluarga Grupe mengalami masa-masa sulit dimana Dad dan Mom harus pulang pergi ke luar kota untuk pengobatan Mom. Sementara, Kayla hampir selalu pulang malam karena sepulang sekolah ia harus bekerja paruh waktu hinga larut. Demi kebaikan saya, Grupe akhirnya menyerahkan hak asuh mereka pada keluarga Kusiak. saya akui, masa ini adalah masa yang cukup berat bagi saya. Saya masih ingat betul, malam itu (9 Desember) salju turun dan di saat suhu begitu dingin, saya menitikkan airmata bertubi-tubi sambil memboyong barang-barang saya ke rumah baru. Saya berusaha untuk percaya bahwa rencana Tuhan itu selalu baik dan tiada Dia turunkan cobaan pada hamba-Nya yang melebihi kemampuan hamba-Nya. Tidak ada pilihan lain yang terbaik bagi saya, kecuali mengikhlaskan apa yang terjadi dan menghadapinya.
Kusiak merupakan keluarga keturunan Polandia yang tidak kalah baik dari keluarga Grupe. Jerry dan Marry juga sudah saya anggap seperti orang tua kandung yang saya panggil dengan panggilan Pappy dan Mommy. Akan tetapi, bagaimanapun lingkungan keluarga baru sangat berbeda dengan keluarga lama. Lebih banyak peraturan yang harus saya taati selama tinggal bersama mereka. Bahkan, ada beberapa aturan yang menurut saya sedikit tidak masuk akal, sehingga perlu waktu lebih lama bagi saya untuk beradaptasi. Di keluarga ini pun saya seperti anak tunggal, karena anak-anak mereka sudah memiliki kehidupan sendiri di luar kota. Satu-satunya teman bermain di rumah adalah Billy, anjing rumah yang sangat pendiam dan nyaris tidak pernah menggonggong. Bersama keluarga inilah saya menghabiskan sisa tahun saya di Amerika, termasuk liburan musim semi ke Florida dan wisata ke beberapa State lainnya.
Tuhan memang Maha baik. Selalu ada hikmah di balik peristiwa. Justru dengan kepindahan saya ke keluarga baru, saya jadi punya dua keluarga. Oleh karena rumah kediaman Grupe dan Kusiak tidak terlalu jauh satu sama lain, keluarga Grupe sering sekali mengunjungi saya, apalagi sejak kondisi Mom mulai membaik setelah menjalani kemo. Sebaliknya, saya pun tidak jarang pulang ke rumah lama untuk sekedar main atau menjenguk Mom. Pada saat ulang tahun, bahkan Christmas dan Easter pun, saya jadi mendapat dua kado istimewa, satu dari Grupe dan satu lagi dari Kusiak. Hal ini memberikan pembelajaran hidup yang besar bagi saya bahwa di balik setiap kesulitan pasti ada kemudahan sesudahnya. Janji Tuhan tidak pernah bohong.
Grupe adalah host family pertama saya. Sebuah keluarga keturunan Jerman yang tinggal di Mosinee, Wisconsin. Mosinee merupakan sebuah kota kecil dengan jumlah populasi sekitar 8000 jiwa. Downtown kota hanya terdiri dari deretan beberapa toko dan restoran. Hanya ada satu elementary school dan high school di dalam kota. Sementara, dua area tersibuk adalah paper mill dan airport. Sedangkan, landscape alam kota didominasi oleh hutan yang masih terjaga baik dengan pohon-pohon yang tinggi, ladang jagung, dan danau yang dapat ditemukan di sana sini.
Grupe is a very nice family. Sejak awal, saya sudah menganggap John dan Tanya seperti orang tua kandung saya sendiri. Oleh karena itu, saya pun tidak segan memanggil mereka dengan panggilan Dad dan Mom. Begitu juga dengan Jerel dan Kayla yang sudah seperti saudara sendiri. Apalagi umur kami hanya terpaut satu tahun, Jerel paling tua, kemudian saya, baru Kayla. Mereka memperlakukan saya dengan sangat baik dan seperti anak sendiri. Kehangatan keluarga Grupe membuat saya serasa tinggal di rumah sendiri. Mereka sangat membantu saya cepat beradaptasi dengan lingkungan baru.
Belum lama saya menikmati hari-hari menyenangkan bersama Grupe, saya terpaksa harus pindah ke keluarga lain lantaran Mom divonis kanker payudara oleh dokter. Keluarga Grupe mengalami masa-masa sulit dimana Dad dan Mom harus pulang pergi ke luar kota untuk pengobatan Mom. Sementara, Kayla hampir selalu pulang malam karena sepulang sekolah ia harus bekerja paruh waktu hinga larut. Demi kebaikan saya, Grupe akhirnya menyerahkan hak asuh mereka pada keluarga Kusiak. saya akui, masa ini adalah masa yang cukup berat bagi saya. Saya masih ingat betul, malam itu (9 Desember) salju turun dan di saat suhu begitu dingin, saya menitikkan airmata bertubi-tubi sambil memboyong barang-barang saya ke rumah baru. Saya berusaha untuk percaya bahwa rencana Tuhan itu selalu baik dan tiada Dia turunkan cobaan pada hamba-Nya yang melebihi kemampuan hamba-Nya. Tidak ada pilihan lain yang terbaik bagi saya, kecuali mengikhlaskan apa yang terjadi dan menghadapinya.
Kusiak merupakan keluarga keturunan Polandia yang tidak kalah baik dari keluarga Grupe. Jerry dan Marry juga sudah saya anggap seperti orang tua kandung yang saya panggil dengan panggilan Pappy dan Mommy. Akan tetapi, bagaimanapun lingkungan keluarga baru sangat berbeda dengan keluarga lama. Lebih banyak peraturan yang harus saya taati selama tinggal bersama mereka. Bahkan, ada beberapa aturan yang menurut saya sedikit tidak masuk akal, sehingga perlu waktu lebih lama bagi saya untuk beradaptasi. Di keluarga ini pun saya seperti anak tunggal, karena anak-anak mereka sudah memiliki kehidupan sendiri di luar kota. Satu-satunya teman bermain di rumah adalah Billy, anjing rumah yang sangat pendiam dan nyaris tidak pernah menggonggong. Bersama keluarga inilah saya menghabiskan sisa tahun saya di Amerika, termasuk liburan musim semi ke Florida dan wisata ke beberapa State lainnya.
Tuhan memang Maha baik. Selalu ada hikmah di balik peristiwa. Justru dengan kepindahan saya ke keluarga baru, saya jadi punya dua keluarga. Oleh karena rumah kediaman Grupe dan Kusiak tidak terlalu jauh satu sama lain, keluarga Grupe sering sekali mengunjungi saya, apalagi sejak kondisi Mom mulai membaik setelah menjalani kemo. Sebaliknya, saya pun tidak jarang pulang ke rumah lama untuk sekedar main atau menjenguk Mom. Pada saat ulang tahun, bahkan Christmas dan Easter pun, saya jadi mendapat dua kado istimewa, satu dari Grupe dan satu lagi dari Kusiak. Hal ini memberikan pembelajaran hidup yang besar bagi saya bahwa di balik setiap kesulitan pasti ada kemudahan sesudahnya. Janji Tuhan tidak pernah bohong.
School Life
Mosinee High School (MHS) adalah sekolah dimana saya belajar di Amerika Serikat. Sebuah sekolah
yang hanya menampung sekitar 700 siswa dari kelas VII sampai dengan kelas XII.
Walaupun terbilang sangat kecil, sekolah ini mempunyai track record prestasi yang cukup baik di Wisconsin. Para guru
pengajarnya pun adalah orang-orang dengan kredibilitas yang tidak diragukan
lagi. Saya ditempatkan sebagai siswa kelas XII (senior). Sementara, kelas yang saya ambil lebih variatif, ada yang
kelas khusus senior, kelas khusus junior, kelas khusus shopomore, dan kelas campuran antara
lain meliputi Advanced Calculus, Advanced
Physics, English 11, American History, Women Choir, dan Foods.
Setiap kelas mempunyai warna tersendiri yang memberikan
pengalaman unik bagi saya. Kelas Advanced
Calculus merupakan kelas khusus bagi senior
yang umumnya mempunyai kecerdasan di atas rata-rata, karena materi di kelas ini notabene sulit. Hal ini membuat suasana belajar di kelas cenderung
serius dan sangat kompetitif. Suasana serupa saya temui di kelas Advanced Physics. Pengalaman unik di
kelas ini terjadi manakala salah satu teman sekelas saya bernama Lashawna
Wegner tiba-tiba membenci dan memusuhi
saya. Merasa saya tidak pernah punya masalah dengan dia dan merasa selama ini
pergaulan kami baik-baik saja, saya lantas bertanya mengapa dia bersikap demikian terhadap saya.
Ternyata alasannya adalah karena kehadiran saya di kelas
tersebut telah membuat kurva nilai bergerak naik. Nilai ujian rata-rata di
kelas adalah 70, sementara nilai saya 100. Maka nilai 100 lah yang menjadi 100%
dan nilai 70 adalah 70%. Jika saja nilai saya tidak 100, say 80, maka 80 adalah nilai tertinggi yang dianggap 100%. Dengan
demikian, nilai 70 bisa menjadi 90%. Oleh karena nilai Lashwna hanya mencapai
70%, dia menjadi marah dan kurang suka dengan saya. Saya rasa hal semacam ini
wajar terjadi karena bagaimanapun ini adalah sebuah kompetisi, tapi selama kita
bisa menyikapinya secara sportif, hal ini tidak akan menjadi masalah yang
mengganggu. Terbukti, pada akhirnya Lashawna minta maaf dan kami pun menganggap
yang lalu telah berlalu.
Kelas American History
cenderung menjadi kelas yang menarik bagi saya karena materi yang diajarkan
adalah sejarah Amerika Serikat, walaupun suasana kelas sedikit membosankan
lantaran kurang kompetitif. Sementara kelas Foods
adalah kelas yang sebenarnya lebih seperti kelas main-main untuk saya, karena
materi yang diajarkan sama sekali tidak berat. Pada dasarnya, siswa hanya
diminta untuk membaca resep masakan dan memasak. Hidangan yang kami masak
bervariasi sekali, mulai dari aneka appetizer,
main course, dessert, hingga snack
and beverages. Jenisnya pun bermacam-macam mulai dari American, Chinese, Thai, Japanese, Indian, German, Italian, Greek,
French, Mexican, dan sebagaianya. Bahkan hampir setiap hari, saya membawa
pulang makanan yang saya masak di kelas tersebut. Senangnya di kelas ini adalah
teamwork yang berjalan sangat baik. Lisa
Karau adalah salah satu teammate
andalan yang hingga saat ini menjadi sahabat saya.
Sedangkan, Kelas Women
Choir adalah kelas favorit saya karena pada dasarnya menyanyi adalah hobi saya. Di kelas ini, saya duduk di section
alto II bersama Kayla. Untuk beberapa lagu tertentu, guru saya, Mrs. Dul
memindahkan saya ke section suprano II dan
alto I. Di kelas ini, saya
mendapatkan pengalaman yang sangat banyak, termasuk terlibat sebagai salah satu cast dalam 42nd Street Musical Play dan mengikuti sebuah kejuaran
paduan suara (solo and ensemble) di
tingkat distrik dan State. Kerja
keras kami latihan dan guru kami yang hebat berhasil mengantarkan saya dan
teman-teman menang di tingkat State. Mrs.
Dul yang baik hati bahkan menganugerahkan tiga penghargaan sekaligus pada saya
yang bahkan saya tidak tahu apakah saya cukup pantas menerimanya. Penghargaan
sebagai The Best Cast of 42nd Street Musical Play, Student
of The Month of Vocal and Music Department, dan Choir Award for Merit and Outstanding Effort in Women Choir.
Selain mengikuti kelas-kelas tersebut, saya juga mengikuti
beberapa kegiatan ekstrakurikuler antara lain Math League dan Forensics.
Math League merupakan ekskul yang
terdiri dari anak-anak pecinta matematika. Kegiatan yang dilakukan antara lain
pembahasan mendalam tentang berbagai level soal matematika, baik rumus maupun terapan, yang kemudian akan dilombakan antarsekolah. Sementara Forensics bukanlah ekskul yang kegiatannya membedah mayat seperti
yang mungkin muncul di benak teman-teman, melainkan ekskul yang terdiri dari
anak-anak pecinta sastra dan public speaking. Melalui ekskul ini, saya
dilatih untuk mengembangkan skill public
speaking. Dari sini, saya kemudian mengikuti lomba yang disebut Forensics Tournament. Saya mewakili MHS di
oratory section dimana saya harus
memberikan speech. Pada saat itu topik speech yang saya pilih adalah Islam
and Terrorism.
Topik ini sengaja saya pilih karena stigma Islam sebagai
bagian dari terorisme masih cukup kental di mata publik Amerika pasca tragedi
9/11. Jadi saya pikir dengan mendengar speech
saya, stigma orang akan berubah, khususnya juri dan para penonton lomba. Atas
izin Tuhan, saya berhasil maju ke tingkat State
setelah melewati tahap seleksi di tingkat distrik. Sejujurnya prestasi ini menjadi
kejutan bagi guru pembimbing saya, Mrs. Kedrowski dan terutama diri saya
pribadi, karena bagi seorang exchanged
student seperti saya dapat mengalahkan native
speaker adalah hal yang jarang sekali terjadi. Hal inilah yang kemudian
membuat saya merasa pesimis dan terbebani karena takut mengecewakan distrik dan
sekolah khususnya, apabila pada akhirnya saya akan kalah di tingkat State. Namun Mrs. Kedrowski selalu
memberikan semangat dan dukungan pada saya bahwa saya punya potensi untuk
menang yang sama besarnya dengan native
speaker, asalkan saya terus latihan dan latihan. Ala bisa karena biasa.
Setiap hari sepulang sekolah saya menemui Mrs. Kedrowski
untuk latihan. Proses yang harus saya jalani pun tidak mudah karena saya harus
mengulang dan mengulang. Seringkali saya mengalami kendala di pronounciation (pelafalan). Beruntung
saya mempunyai guru yang sabar dan tidak kenal kelah mengajari saya hingga saya
bisa. Saya ingat betul, satu kata yang begitu sulit saya lafalkan dengan benar
yatu ‘world’, hingga saya harus mengulangnya puluhan kali. Melihat kegigihan
Mrs. Kedrowski, saya pun bertekad untuk menang di tingkat State, untuk memberikan penghargaan atas kerja kerasnya dan
membuatnya bangga.
Syukur Alhamdulillah, saya menang di tingkat State, Walaupun bukan medali emas yang
saya persembahkan untuk sekolah, melainkan medali perak. Saya cukup bangga
dengan pencapaian tersebut dan berterima kasih pada setiap orang yang telah
membantu saya, khususnya Mrs. Kedrowski. Saya senang dengan pencapaian lebih besar
di balik prestasi ini, yaitu terbukanya pikiran masyarakat Amerika (walaupun hanya
sebagian kecil yang mendengar speech
saya) bahwa Islam tidak ada kaitannya dengan terorisme sama sekali. Terorisme
adalah masalah individu yang secara tidak bertanggungjawab mengatasnamakan
agama dalam melakukan tindakan yang tidak berperikemanusiaan.
Friends Life
Teman merupakan salah satu bagian yang penting dalam hidup
saya. Sebagai makhluk sosial, saya kira setiap manusia di dunia ini pasti
membutuhkan teman untuk berbagi keluh kesah. Di Amerika saya menemukan
teman-teman yang sangat luar biasa. Tidak hanya fun, tetapi mereka juga sangat membantu saya di berbagai hal. Salah
satuya adalah mengajarkan saya bahwa usia muda adalah usia emas dimana kita
bisa melakukan banyak hal, bahkan yang mungkin tidak pernah terpikir
sebelumnya.
Selain belajar,
teman-teman di Amerika juga sangat aktif dalam berbagai kegiatan
ekstrakurikuler seperti olahraga dan kesenian. Disamping itu, mereka juga
bekerja paruh waktu sepulang sekolah. Hal ini kemudian membuat saya sadar bahwa
kehidupan sebenarnya menawarkan banyak sekali kesempatan, hanya tinggal kita
mau mengambilnya atau tidak. Tetapi hal yang lebih penting dari semua itu
adalah komitmen dan tanggungjawab kita terhadap kesempatan yang kita ambil, tentang bagaimana kita menjalankannya dengan semaksimal mungkin.
Aimee Macky adalah seorang sahabat saya yang sudah seperti sister sendiri. Kami saling berbagi
cerita sehari-hari, mulai dari sekolah, keluarga, pertemanan, hingga cinta. Kami
lebih suka menamakan pertemanan kami sebagai good friendship dibanding nice
friendship. Hal ini dikarenakan good friends will not only say nice thing
about you, but also bad thing, while nice
friend will only say nice things about you. Teman baik akan membantu kita memahami
kekurangan kita dan membantu kita memperbaiki diri. Saya dan Aimee menikmati
persahabatan kami hingga saat ini meskipun sekarang kami dipisahkan oleh jarak yang begitu jauh satu sama
lain.
Menjadi exchanged student memang tidak gampang, banyak tantangan dan konsekuensi tersendiri yang harus dihadapi. Meskipun demikian, jangan pernah lewatkan kesempatan menjadi exchanged student yang datang pada teman-teman. Teman-teman tidak hanya akan mengenal keluarga dan teman-teman baru, melainkan juga mendapatkan pengalaman-pengalaman seru yang mungkin tidak akan teman-teman dapatkan dengan cara lain. Teman-teman akan diasah untuk mandiri dan bertanggungjawab, termasuk mengambil keputusan sendiri dengan segala resikonya. Hal semacam inilah yang akan membuat kita semakin dewasa dan matang dalam menjalani pasang surutnya kehidupan di kemudian hari. So, just do it!!
The white snow flakes falling down to me |
I and my bestie Aimee in the graduation day |
This is what senior choir do every year before graduation, painting our beloved choir room |
MHS' women madrigal singing for solo & ensemble competition |
This is how I promoted traditional homemade Javanese coffee to America |
Having fun at the Florida beach with Mike and Kris during spring break |
Beautiful hair and dress we have got for prom night |
Now you can call me princess, love this blue gorgeous dress |
My great awarding night with Coirine, Mrs. Dul, Sam, and Kayla |
My farewell party with families and friends, me and Victor (My best Brazil friend) |
This is Mosinee High School (MHS) where I studied for the whole year |
Going out to Minessota and found this gorgeous museum |
42nd Street Musical Play cast members, vintage style version 1950's |
My lovely home in Mosinee where I used to live with The Grupe |
The Grupe on Batik |
Awesome experience kak! U're my big inspiration :)
ReplyDeleteiya..ayo kapan kamu nyusul exchange ke luar negeri?
ReplyDeletesomeday we will make it back there honey :')
ReplyDeleteyeah someday..hope it will be coming soon:)
ReplyDeleteso miss everything there
this is awesome sari, wish i could read it all !
ReplyDeletethank you aimee..:)
ReplyDeleteYou are a part of my awesome experience..miss you so much:)