Monday, April 15, 2013

Rahasia di Balik IP 4.00: Tips & Tricks for GPA Freaks Part II



“Kenali Potensimu dan Lakukan yang Terbaik dengan Potensi itu”

Sejujurnya, di awal saya masuk kuliah, saya tidak pernah membayangkan untuk meraih IP 4.00. Lantaran, banyak orang bilang kuliah di UI itu susah, lulus saja sudah syukur alhamdulillah. Akan tetapi, di sisi lain rasa sayang saya terhadap papa memberikan energi positif tersendiri bagi saya untuk bertekad bulat memperjuangkan IP 4.00. Hal ini karena papa adalah tipe orang tua yang sangat peduli dengan prestasi anaknya. Kesannya memang seolah-olah memaksa saya untuk berprestasi, tapi justru dengan paksaan di awal itulah, saya jadi punya motivasi yang saya temukan dari dalam diri saya sendiri. IP 4.00 tidak hanya saya persembahkan untuk papa, tetapi juga untuk saya sendiri sebagai buah manis dari sebuah kerja keras yang senantiasa mengingatkan saya untuk tidak mudah menyerah.

Lalu bagaimana saya meraihnya? Pertanyaan yang sering dilontarkan orang-orang di sekeliling saya, namun acap kali sulit saya jawab. Hal ini karena bagaimanapun keberhasilan saya tersebut tidak lepas dari campur tangan Tuhan Yang Maha Kuasa melalui doa orang tua, keluarga, dan para sahabat. Tapi tidak apa-apa, saya akan sedikit berbagi mengenai hal apa yang selama ini saya lakukan sebagai bagian dari kerja keras saya meraih IP 4.00. Barangkali bisa menjadi cerita yang bermanfaat dan membangkitkan semangat teman-teman semua.

Hal yang pertama kali saya tanamkan di kepala adalah bahwa tidak ada nilai lain yang saya inginkan kecuali A. Mengapa hal ini penting? karena seperti yang saya bilang sebelumnya, you will receive what you perceive. Kendati demikian, bukan berarti bahwa nilai lain seperti A-, B+, B, dan B- itu buruk, melainkan hanya nilai yang tidak saya inginkan. Dengan begitu, saya akan senantiasa bekerja keras untuk meraih nilai A, betapapun berat effort yang harus dilakukan. Kedengarannya sangat ambisius dan perfeksionis, tapi selama kita konsekuen untuk memperjuangkannya dan kita yakin kita bisa, ya why not, nothing’s impossible right?

Saya adalah tipe audio learner yang lebih cenderung belajar melalui media suara. Hal inilah yang mendasari mengapa saya tidak suka membaca buku. Jangankan membaca textbook, ebook, maupun slides presentasi dosen yang berisikan materi kuliah, membaca bacaan semacam novel maupun komik pun sama sekali tidak menjadi daya tarik bagi saya. kalaupun terpaksa sekali saya harus membaca buku, saya akan membacanya lantang karena dengan begitu saya bisa mendengar suara saya sendiri dan dari situlah informasinya saya serap.

Memang sedikit gila, katanya mahasiswa, kuliah di UI lagi, tapi jarang membaca. Sampai pernah suatu ketika, saya menemani sahabat saya untuk meminjam buku di perpustakaan kampus. Pada saat saya ingin mencatatkan buku yang hendak saya pinjam, pegawai administrasi mengatakan pada saya untuk mendapatkan nomor registrasi terlebih dahulu di bagian helpdesk lantai satu. Sebenarnya waktu itu saya bingung kenapa saya harus melakukan prosedur iu, sementara sahabat saya tidak.

Sampai di helpdesk lantai satu, ternyata saya tidak perlu melakukan registrasi karena saya adalah mahasiswa UI. Dengan lugunya saya berkata “Loh Pak, tapi pegawai administrasi peminjaman buku menyuruh saya ke sini untuk mendapatkan nomor registrasi?”. Sontak saya kaget mendengar jawaban si Bapak yang membantu saya di helpdesk, karena dia berkata “Itu karena eneng gak pernah pinjam buku ke perpus ya, ketahuan jarang datang ke perpus, jarang membaca buku ya? Kalau eneng sering kemari dan meminjam buku pasti pegawai administartornya sudah hafal”.

Peristiwa itu membuat saya tersipu malu. Tapi saya selalu yakin bahwa setiap kekurangan pasti ada jalan keluarnya,. Saya memang tidak suka membaca. Tetapi saya mempunyai kemampuan lebih dalam menyerap informasi dari penjelasan (lecturing) dosen. Saya mencatatkan kata kunci yang saya dengar dari penjelasan dosen ke dalam catatan. Bagi saya kerapihan catatan tidak menjadi fokus perhatian. Hal ini lagi-lagi karena saya memang bukan orang visual. Selama saya bisa membaca catatan saya sendiri itu sudah lebih dari cukup dan memang sepertinya hanya saya yang bisa membacanya karena hand writing saya sangat jelek.

Catatan dan sumber internet (google) menjadi referensi yang sangat saya andalkan untuk membuat paper atau makalah tugas kuliah, Akan tetapi, bagaimapun saya tetap membaca referensi buku, meskipun seringkali dengan cara skimming. Saya kerap mendapati mahasiswa menyepelekan tugas paper mereka dan hanya mementingkan ujian (UTS dan UAS). Padahal sejauh yang saya rasakan, tugas paper justru adalah yang terpenting dari banyak aspek kuliah yang penting. Mengapa saya berani berargumen seperti itu? Apabila UTS dan UAS dianalogikan sebagai isi buah jeruk, maka tugas paper adalah kulit buah jeruk tersebut.

Kalau teman-teman bingung untuk memahami analogi tersebut, teman-teman dapat bertanya pada diri teman-teman sendiri. Mana yang akan teman-teman ambil untuk dimakan. Jeruk yang kulitnya coklat kusam atau jeruk yang kulitnya oranye terang? Oranye terang bukan? Artinya, tugas paper adalah kesan yang pertama kali ditangkap oleh dosen mengenai mahasiswanya. Dengan kata lain, melalui paper tersebut, dosen menilai kualitas mahasiswa, sebab kualitas paper mencerminkan kualitas mahasiswa. Itulah alasan mengapa saya senantiasa total dalam mengerjakan setiap tugas paper. Ketika mengerjakan paper itulah, saya sekalian belajar mendalami materi kuliah. Dengan demikian, saya tidak harus mengalokasikan waktu tersendiri untuk belajar pada saat mempersiapkan ujian. Paling tinggal review materi sedikit pada saat hari H ujian, sejam-dua jam menjelang ujian dimulai

Oleh karena sudah terbiasa menulis paper dengan baik, maka pada saat ujian kita pun sudah terbiasa berpikir terstruktur dan sistematik, serta mudah mengkombinaskan dan merangkai kata-kata. Dengan demikian, hasil ujian akan maksimal. Sebuah ide sederhana apabila ditulis secara luar biasa akan membuat dosen percaya bahwa kita bisa dan kita memahami materinya dengan baik. Ketika hal ini terjadi, maka dosen pun akan memberikan nilai yang baik pada ujian kita. Apalagi jika paper-paper kita juga excellent. Maka nilai A akan mudah diperoleh.

Being active in the class is also necessary, but absolutely no need to be hyperactive. Jangan pernah menanyakan hal-hal bodoh yang sebenarnya teman-teman tahu jawabannya pada dosen. Apalagi bila motivasi teman-teman dalam bertanya hanya undtuk mengdongkrak nilai keaktifan di kelas. Hal ini justru akan mempermalukan teman-teman sendiri, sebab dosen mengerti benar mana yang asli tidak tahu dan mana yang sekedar ngefake. Bertanyalah seperlunya untuk hal-hal yang benar-benar ingin teman-teman ketahui. Berpendapat dan berkomentarlah saat pendapat atau komentar itu memang seharusnya disampaikan.

Selebihnya adalah menyerahkan segala urusan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sekeras apapun manusia berusaha, tanpa izin Tuhan, juga tidak menjadi apa-apa. Bersyukur, bersabar, disiplin, dan gigih berusaha. Tidak lupa, sempatkan diri untuk bersedekah pada orang lain yang membutuhkan. Sedekah tidak melulu dalam bentuk uang, tetapi juga bisa berupa bantuan tenaga, waktu, dan pikiran. Saya senantiasa percaya pada janji Tuhan: “Barang siapa mempermudah urusan orang lain, maka Tuhan juga akan mempermudah urusannya”. So, teman-teman selamat berjuang meraih IP 4.00 ya..#2

2 comments :

  1. Good job n congratulation.....

    Jngn mudah puas atas apa yg sudah kita capai....

    Trus trus dan trus berusaha.....

    Good luck...

    ReplyDelete
  2. thank you..:)
    kepuasan adalah bagian dari cara kita menghargai kerja keras kita.
    tapi jangan sampai kepuasan itu membuat kita berhenti untuk berusaha menjadi lebih baik dan lebih baik lagi..:)

    ReplyDelete