“Learning English is all about how you love it. Just like
loving your girlfriend or boyfriend, once you love English with all of your
heart, you will always want to do something with it”
Everything is fun when you love it |
Kemampuan
berbahasa Inggris adalah sebuah kebutuhan di era globalisasi saat ini. Sedikit
banyak setiap orang harus bisa berbahasa Inggris jika tidak ingin ketinggalan dari
perkembangan informasi dan komunikasi yang semakin dinamis. Selain itu,
kemampuan ini juga penting untuk meningkatkan daya saing kita sebagai sumber
daya manusia (SDM) di pasar internasional. Berbagai macam peluang menarik
seperti higher education scholarships, job vacancies, and business opportunities,
kelas dunia umumnya
ditawarkan kepada orang-orang yang mampu berkomunikasi, baik secara tertulis
maupun lisan dengan menggunakan Bahasa Inggris. Lebih dari itu, dunia bahkan
menuntut kita, generasi global untuk mempunyai kemampuan berbahasa Inggris yang
tersertifikasi secara obyektif melalui uji standart kemampuan berbahasa
Inggris, antara lain tes TOEFL, TOEIC, IELTS, dan sebagainya.
Menjawab
tuntutan tersebut, kita tentu menyadari pentingnya belajar Bahasa Inggris sebagai
second language. Meskipun secara
formal di sekolah, bahkan sejak tingkat dasar (SD), kita sudah dibiasakan akrab
dengan mata pelajaran Bahasa Inggris, tetap saja masih banyak di antara kita
yang menganggap bahasa asing yang diakui secara internasional ini sebagai momok
tersendiri. Saya sering sekali mendengar orang bilang “Bahasa Inggris itu susah
banget”, “Bahasa Inggris itu grammar-nya
ribet”, “Bahasa Inggris itu sulit pronunciation-nya”,
“Ngomong Bahasa Inggris lebih sulit daripada menulis Bahasa Inggris”, “Takut
terbata-bata kalau ngomong Bahasa Inggris”, dan yang paling fatal “Aku nggak
bisa Bahasa Inggris”.
Cuplikan
kalimat-kalimat di atas dengan jelas mengesankan seolah-olah Bahasa Inggris itu
bahasa yang bandel alias susah sekali dipelajari, Hal ini membuat orang
cenderung takut duluan terhadap Bahasa Inggris dan pada akhirnya menyerah atau at least menjadi malas-malasan dalam
belajar Bahasa Inggris. Hal ini bukanlah semata-mata asumsi saya, melainkan sebuah
pola perilaku yang telah saya buktikan sendiri adanya pada adik perempuan saya,
murid yang dulu pernah les privat Bahasa Inggris pada saya, dan juga
teman-teman di sekitar saya.
Padahal,
kalau boleh saya berpendapat, Bahasa Inggris adalah bahasa yang sangat
fleksibel, fun, dan yang paling
penting it is very easy-learning. Mungkin teman-teman akan
langsung menyeletuk setelah membaca kalimat saya sebelumnya dengan
komentar-komentar seperti “Ya iyalah Sar, kamu kan jago Bahasa Inggris” atau “Ya
buat lo Sar, secara lo pernah tinggal di luar negeri”. Ya..ya..ya..saya akui bahwa setelah ke luar negeri, memang
kemampuan Bahasa Inggris saya menjadi lebih baik. Namun, hal ini hanyalah bonus
yang datang dari kemurahan Tuhan. Saya berani bertaruh bahwa jauh sebelum saya
diberikan kesempatan untuk tinggal dan belajar di luar negeri, Bahasa Inggris
sudah menjadi bagian penting dalam hidup saya. Mungkin terdengar sedikit lebay, tapi begitulah adanya.
Kuncinya
ada di mindset kita, yaitu tentang
bagaimana kita memandang Bahasa Inggris dan bagaimana kita men-treat bahasa tersebut. Cara termudah dan
paling sederhana yang bisa teman-teman lakukan adalah mencintai Bahasa Inggris
dengan sepenuh hati-learning by loving.
Ketika kita mencintai sesuatu kita akan senantiasa memandangnya baik, indah,
dan menyenangkan. Cara pandang ini kemudian mendorong kita untuk melakukan
banyak hal dengan apa yang kita cintai itu.
Pola yang sama akan terjadi ketika
kita mencintai Bahasa Inggris. Kita akan senantiasa memandangnya beautiful, fun, dan exciting to learn. Cara pandang inilah yang akan mendorong kita
untuk aktif melakukan sesuatu dengannya misalnya membaca bacaan Bahasa Inggris (buku,
novel, komik, koran, majalah, dsb), menulis atau mengarang dalam Bahasa Inggris,
nonton film berbahasa Inggris, mendengarkan lagu-lagu berbahasa Inggris, dan
berbicara sehari-hari dalam Bahasa Inggris.
Dengan
atau tanpa kita sadari dengan cara-cara itulah sebenarnya kita belajar Bahasa
Inggris secara efektif dan efisien. Dengan cara-cara itu pula, saya belajar
menulis dan berbicara Bahasa Inggris. Bila sebagian besar orang memilih untuk belajar
Bahasa Inggris di tempat kursus, berangkat dari level amatir hingga ekspert,
saya justru lebih memilih belajar sendiri secara autodidak. Bukan merasa sok
pinter atau sok tidak membutuhkan pengajar, tapi lebih pada menemukan
kenyamanan saya dalam belajar. Sebab, yang namanya belajar itu banyak caranya
dan begitulah cara saya.
Mungkin teman-teman bertanya, bagaimana
saya akhirnya tahu bahwa cara itulah yang paling efektif untuk saya? Jawabannya
karena saya pernah mencoba. Keluar masuk kursus Bahasa Inggris, mulai dari tempat
kursus ala-ala hingga tempat kursus yang sudah bonafit dan punya nama. Satu
bulan masuk, tidak betah, mulai rajin bolos, lantas keluar. Pindah ke tempat kursus
yang baru pun sama. Pada akhirnya hanya menjadi serangkaian aktivitas membuang
uang belaka.
Ketidakbetahan saya sebenarnya
beralasan (menurut saya :p). Materi di tempat kursus mengulang materi yang saya
peroleh di sekolah, walaupun memang harus diakui lebih advanced. Hal tersebut membuat saya bosan. Kebanyakan mengerjakan latihan
soal Bahasa Inggris seringkali membuat kepala saya pusing. Haha..LOL. Hal ini
juga menjadi sebab mengapa sampai saat ini, walaupun saya sudah dua kali ke
luar negeri, saya belum mempunyai sertifikat TOEFL sama sekali. Apabila waktu
itu saya menuntaskan kursus saya dengan baik, pasti at least saya pernah megikuti satu kali tes TOEFL dan punya
sertifikat skor TOEFL. Satu-satunya tes standart kemampuan Bahasa Inggris yang
pernah saya ikuti hanyalah TOEIC pada 2008. Itupun sebagai syarat mengikuti
program pertukaran pelajar ke Amerika.
Berbeda sekali rasanya, ketika saya
harus memencet kamus elektronik saya (alfalink)
untuk mencari kosakata (vocab) yang
saya belum tahu artinya 1) pada saat saya menterjemahkan kalimat dalam soal Bahasa
Inggris dengan 2) pada saat saya menterjemahkan kalimat dialog dalam film. Hal
yang sama saya rasakan ketika saya harus membuka kamus Indonesia-Inggris saya
saat saya harus menterjemahkan kata dari Bahasa Indonesia ke Bahasa Inggris
untuk 1) menjawab soal Bahasa Inggris dengan 2) untuk membuat kalimat dalam
karangan/tulisan saya. Teman-teman dapat membayangkannya bukan? I love English in the way I love it.
Kebiasaan saya menonton film Hollywood yang disajikan dalam Bahasa Inggris telah mampu mengasah kemampuan listening dan pronunciation saya. Indra saya menjadi sangat terbiasa mendengar
aksen Barat dan melafalkan kalimat percakapan sehari-hari dengan aksen Barat
(khususnya American-English).
Kekayaan kosakata Bahasa Inggris saya pun menjadi semakin banyak, termasuk slang words. Saya juga secara refleks menjadi
sering menggunakan kata-kata Bahasa Inggris dalam bahasa percakapan saya
sehari-hari, walaupun jatuhnya menjadi trilingual karena terjadi kombinasi
Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Bahasa Jawa. Hal inilah yang pada
gilirannya mampu meningkatkan kemampuan speaking
saya.
Sementara kemampuan grammar dan writing saya diasah melalui hobi mengarang/menulis dalam Bahasa
Inggris. Apapun saya tulis, dari hal penting hingga diary pribadi. Selain itu, saya juga sering sekali mengikuti
lomba-lomba Bahasa Inggris, baik speech
maupun writing, mulai dari tingkat
kecamatan hingga tingkat provinsi. Mengikuti lomba-lomba Bahasa Inggris bagi
saya merupakan bentuk pembelajaran yang konkrit. Itulah alasan mengapa saya
hobi sekali mengikuti lomba Bahasa Inggris.
Untuk dapat memenangkan lomba, tentu
perlu practice and practice bukan? Nah,
practice itulah yang mengasah
kemampuan menjadi semakin baik, sehingga saya pada akhirnya mampu memenangkan
setiap lomba Bahasa Inggris yang saya ikuti, meskipun tidak melulu menjadi yang
terbaik. Yang paling penting bukanlah being
the best, but giving the best. Caranya adalah konsisten dan total dalam
melakukan practice. Sebuah hasil yang
besar datang dari kerja keras yang panjang dan melelahkan, namun hasil yang
besar lebih berharga dibanding waktu dan energi yang terbuang. So, keep on practice more and more till you
are sure you will rock the results! And never be afraid to make mistakes, ‘cause
you’ll learn from mistakes that you make!
Setidaknya kita bisa sepakat bahwa the simplest way to learn is to love what we
learn. Berangkat dari “mencintai” Bahasa Inggris, kita akan menemukan cara
masing-masing untuk menunjukkan kecintaan kita pada bahasa ini. Dengan cara unik
itulah, kita akan lebih mudah mempelajarinya dan tentu saja dengan hasil yang
insyAllah saya yakin akan baik. Jadi buat teman-teman yang masih berpikir bahwa
belajar Bahasa Inggris itu sulit, mulailah dari sekarang untuk mencintai bahasa
itu terlebih dahulu. Lalu temukanlah cara unikmu untuk mencintainya :)
artikelnya memberikan pencerahan :)
ReplyDeletemungkin berat buat orang yg kayak gue yg gak hobi nulis buat belajar grammer :p hehe
Makasih Edo..:)
ReplyDeleteSebenarnya, hobi menulis itu bisa dibentuk kok..mulai dari menulis satu paragraf aja..misalnya satu paragraf per hari dan lo bisa menulis tentang apa saja. Misalnya tentang how your day is going atau sesimple deskripsi tentang benda kayak misalnya tentang motor lo.
Dari satu paragraf nanti bisa ditingkatkan lagi menjadi dua, tiga, empat, dan seterusnya..lama-lama hobi deh..:)
Try it!
wah... sangat termotivasi mbak setelah membaca artikel ini.. jadi pengen belajar english lagii.. :D
ReplyDelete